cep badru
Rabu, 19 Oktober 2016
Sabtu, 24 September 2016
pemikiran
Syekh
Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari
Pertama,
tidak dianjurkan kepada para muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka.
Dalam hal pandangannya mengenai pakaian, makanan, dan kendaraan yang layak
dalam kehidupan yang sederhana akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah dan
mengenal rahmat Illahi.
"Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya," kata Ibnu Atha'illah.
Kedua, tidak mengabaikan penerapan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai tasawuf yang dikenal cukup moderat.
Ketiga, zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. "Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci kaum sufi," ujarnya.
Keempat, tidak ada halangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang salik, kata Atha'illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta.
Kelima, berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.
Keenam, tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Atha'illah, tasawuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh.
Ketujuh, dalam kaitannya dengan ma’rifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan; mawahib, yaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya.
"Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur. Dan berlebih-lebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya," kata Ibnu Atha'illah.
Kedua, tidak mengabaikan penerapan syari’at Islam. Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf hampir searah dengan Al-Ghazali, yakni suatu tasawuf yang berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mengarah kepada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs), serta pembinaan moral (akhlak), suatu nilai tasawuf yang dikenal cukup moderat.
Ketiga, zuhud tidak berarti harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati selain daripada Tuhan. Dunia yang dibenci para sufi adalah dunia yang melengahkan dan memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku syahwat, berbagai keinginan yang tak kunjung habis, dan hawa nafsu yang tak kenal puas. "Semua itu hanyalah permainan (al-la’b) dan senda gurau (al-lahwu) yang akan melupakan Allah. Dunia semacam inilah yang dibenci kaum sufi," ujarnya.
Keempat, tidak ada halangan bagi kaum salik untuk menjadi miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Seorang salik boleh mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan-Nya dan jangan sampai menjadi hamba dunia. Seorang salik, kata Atha'illah, tidak bersedih ketika kehilangan harta benda dan tidak dimabuk kesenangan ketika mendapatkan harta.
Kelima, berusaha merespons apa yang sedang mengancam kehidupan umat, berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik.
Keenam, tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Atha'illah, tasawuf memiliki empat aspek penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama dan berkekalan dengan-Nya secara sunguh-sungguh.
Ketujuh, dalam kaitannya dengan ma’rifat Al-Syadzili, ia berpendapat bahwa ma’rifat adalah salah satu tujuan dari tasawuf yang dapat diperoleh dengan dua jalan; mawahib, yaitu Tuhan memberikannya tanpa usaha dan Dia memilihnya sendiri orang-orang yang akan diberi anugerah tersebut; dan makasib, yaitu ma’rifat akan dapat diperoleh melalui usaha keras seseorang, melalui ar-riyadhah, dzikir, wudhu, puasa ,sahalat sunnah dan amal shalih lainnya.
Minggu, 18 Januari 2015
Senin, 09 Juni 2014
KEBERKAHAN
“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.'' (QS.7:96)
Berkah berasal dari kata barokah (jamak: barokaat) yang menurut Prof Dr M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah bermakna sesuatu yang mantap, kebajikan yang melimpah dan beraneka ragam serta bersinambung.
Keberkahan Ilahi datang dari arah yang seringkali tidak diduga atau dirasakan secara material dan tidak pula dapat dibatasi atau bahkan diukur.
Keberkahan akan datang jika diundang melalui tiga jalan yakni,:
Pertama, keimanan kepada Allah SWT. Beriman seringkali disertai
takwa yang menunjukkan kesatuan yang tak bisa terpisahkan (QS.7:96).
Jika iman adalah keyakinan dalam kalbu, takwa adalah refleksi dari iman yang tampak pada sikap, kata dan perbuatan yakni kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.
Almarhum Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan keimanan dan takwa kepada Allah membukakan pintu rezki. Sebab kalau orang telah beriman dan bertakwa, fikirannya sendiri terbuka, ilham pun datang.
Sebab iman dan takwa itu menimbulkan silaturrahim sesama manusia. Lantaran itu timbullah kerjasama yang baik sebagai khalifah Allah di muka bumi. Maka turunlah berkat dari langit dan bumi.
berkat hakiki yakni hujan membawa kesuburan bumi, teraturlah tumbuhan&keluarlah hasil bumi, berkat maknawi yakni timbulnya fikiran-fikiran baru dan petunjuk dari Allah, baik wahyu kepada para Rasul maupun ilham kepada orang-orang yang berjuang dengan ikhlas.
Kedua, mencintai ulama. Satu demi satu ulama terkemuka meninggalkan kita. Mautul ‘alim mautul ‘alam (kematian ulama laksana kematian alam semesta). Begitulah kata hikmah menggambarkan besarnya peran dan kedudukan ulama di muka bumi. Mereka yang menuntun umat ke jalan kebenaran dan kebaikan dengan ilmu dan keteladanan. Jika ulama tidak lagi didengar dan dimuliakan, maka hilanglah keberkahan.(Kini, umat Islam pun hidup dalam ironi. Karena, sudah lebih senang mendengar ceramah ustaz seleberitis yang tampil di layar TV dan dibalut asesoris serban dan jubah layaknya artis. Bangga jika bisa mengundang mereka dengan honor yang pantastis, meski harus berjejer di pinggir jalan minta sedekah. Dakwah sudah menjadi tontonan dan hiburan bukan lagi tuntunan)
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad, mengutip pesan Nabi SAW. : “Akan datang suatu masa kepada umatku, mereka lari dari (ajaran) para ulama dan fuqaha. Maka Allah akan menurunkan tiga bala (malapetaka) kepada mereka yaitu, Pertama, Allah akan menghilangkan berkah dari usahanya, kedua, Allah menjadikan raja yang zhalim buat mereka, Ketiga, Allah akan mengeluarkan mereka dari dunia (mati) tanpa iman.”
Ketiga, transaksi yang Jujur. Keberkahan bersumber dari rezki yang diperoleh melalui jalan yang halal (benar dan baik). Banyaknya perolehan harta dan tingginya kedudukan tidak menjadi ukuran.
Rezki berkah akan melahirkan keluarga yang berkualitas, tenang, rukun dan saling menyayangi. Anak dan istri atau suami taat beribadah dan berakhlak karimah. Senang berbagi nikmat kepada orang lain yang membutuhkan.
Nabi SAW. mengingatkan : “Dua orang yang saling berjual beli memiliki khiyar (hak memilih) selama mereka sebelum berpisah. Apabila mereka jujur dan memberikan penjelasan (terus terang dalam muamalah mereka), mereka akan diberi berkah dalam jual beli mereka. Dan apabila mereka menyembunyikan kekurangan dan berdusta, maka berkah akan terhapus dari jual beli mereka." (HR. Abu Daud).
Jual beli merupakan refresentasi dari semua transaksi ekonomi dan bisnis, baik dalam skala kecil maupun besar, pribadi maupun perusahaan bahkan antara pemerintahan.Kejujuran akan mendatangkan keberkahan. Kecurangan merupakan bukti keserakahan yang akan melenyapkan keberkahan.
Iman dan takwa sebagai pondasi. Kecintaan kepada ulama sebagai lampu yang menyinari. Transaksi bisnis (pekerjaan) dibingkai akhlak terpuji. Insya Allah hidup kita pun diberkahi. Namun, jika ketiganya dilangkahi, pastilah bencana terjadi di sana sini.
Hujan yang turun bukan lagi menentramkan hati, tetapi menenggelamkan segala yang dicintai. Panas terik bukan lagi menghangatkan bumi, tetapi mematikan tanaman para petani. Para pemimpin bukan lagi mengayomi, tetapi justru menzhalimi. Naudzubillahi mindzalik. Allahu a’lam bish-shawab.
Jika iman adalah keyakinan dalam kalbu, takwa adalah refleksi dari iman yang tampak pada sikap, kata dan perbuatan yakni kepatuhan dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.
Almarhum Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan keimanan dan takwa kepada Allah membukakan pintu rezki. Sebab kalau orang telah beriman dan bertakwa, fikirannya sendiri terbuka, ilham pun datang.
Sebab iman dan takwa itu menimbulkan silaturrahim sesama manusia. Lantaran itu timbullah kerjasama yang baik sebagai khalifah Allah di muka bumi. Maka turunlah berkat dari langit dan bumi.
berkat hakiki yakni hujan membawa kesuburan bumi, teraturlah tumbuhan&keluarlah hasil bumi, berkat maknawi yakni timbulnya fikiran-fikiran baru dan petunjuk dari Allah, baik wahyu kepada para Rasul maupun ilham kepada orang-orang yang berjuang dengan ikhlas.
Kedua, mencintai ulama. Satu demi satu ulama terkemuka meninggalkan kita. Mautul ‘alim mautul ‘alam (kematian ulama laksana kematian alam semesta). Begitulah kata hikmah menggambarkan besarnya peran dan kedudukan ulama di muka bumi. Mereka yang menuntun umat ke jalan kebenaran dan kebaikan dengan ilmu dan keteladanan. Jika ulama tidak lagi didengar dan dimuliakan, maka hilanglah keberkahan.(Kini, umat Islam pun hidup dalam ironi. Karena, sudah lebih senang mendengar ceramah ustaz seleberitis yang tampil di layar TV dan dibalut asesoris serban dan jubah layaknya artis. Bangga jika bisa mengundang mereka dengan honor yang pantastis, meski harus berjejer di pinggir jalan minta sedekah. Dakwah sudah menjadi tontonan dan hiburan bukan lagi tuntunan)
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad, mengutip pesan Nabi SAW. : “Akan datang suatu masa kepada umatku, mereka lari dari (ajaran) para ulama dan fuqaha. Maka Allah akan menurunkan tiga bala (malapetaka) kepada mereka yaitu, Pertama, Allah akan menghilangkan berkah dari usahanya, kedua, Allah menjadikan raja yang zhalim buat mereka, Ketiga, Allah akan mengeluarkan mereka dari dunia (mati) tanpa iman.”
Ketiga, transaksi yang Jujur. Keberkahan bersumber dari rezki yang diperoleh melalui jalan yang halal (benar dan baik). Banyaknya perolehan harta dan tingginya kedudukan tidak menjadi ukuran.
Rezki berkah akan melahirkan keluarga yang berkualitas, tenang, rukun dan saling menyayangi. Anak dan istri atau suami taat beribadah dan berakhlak karimah. Senang berbagi nikmat kepada orang lain yang membutuhkan.
Nabi SAW. mengingatkan : “Dua orang yang saling berjual beli memiliki khiyar (hak memilih) selama mereka sebelum berpisah. Apabila mereka jujur dan memberikan penjelasan (terus terang dalam muamalah mereka), mereka akan diberi berkah dalam jual beli mereka. Dan apabila mereka menyembunyikan kekurangan dan berdusta, maka berkah akan terhapus dari jual beli mereka." (HR. Abu Daud).
Jual beli merupakan refresentasi dari semua transaksi ekonomi dan bisnis, baik dalam skala kecil maupun besar, pribadi maupun perusahaan bahkan antara pemerintahan.Kejujuran akan mendatangkan keberkahan. Kecurangan merupakan bukti keserakahan yang akan melenyapkan keberkahan.
Iman dan takwa sebagai pondasi. Kecintaan kepada ulama sebagai lampu yang menyinari. Transaksi bisnis (pekerjaan) dibingkai akhlak terpuji. Insya Allah hidup kita pun diberkahi. Namun, jika ketiganya dilangkahi, pastilah bencana terjadi di sana sini.
Hujan yang turun bukan lagi menentramkan hati, tetapi menenggelamkan segala yang dicintai. Panas terik bukan lagi menghangatkan bumi, tetapi mematikan tanaman para petani. Para pemimpin bukan lagi mengayomi, tetapi justru menzhalimi. Naudzubillahi mindzalik. Allahu a’lam bish-shawab.
CATATAN
Dalam rangkaian ayat-ayat A-Qur’an
al-Karim, kita temukan kata barokah
dalam berbagai derivasinya. Misalnya, Al-Quran diturunkan pada
malam yang diberkahi (QS.6:92,21:50,38:29),
Baitullah adalah Rumah yang diberkahi
(3:96), ada pula tempat-tempat yang diberkahi (17:1,28:30,34:18).
Langganan:
Postingan (Atom)